LANDASAN HISTORIS
PENDIDIKAN NASIONAL DI INDONESIA
I PENDAHULUAN
Pengertian landasan historis pendidikan adalah sejarah pendidikan di masa
lalu yang menjadi acuan terhadap pengembangan pendidikan di masa kini.Landasan
historis pendidikan merupakan landasan pendidikan yang berhubungan dengan
sejarah pendidikan.Sejarah atau history adalah keadaan masa lampau dengan
segala macam kejadian atau kegiatan yang didasari oleh konsep-konsep
tertentu.Sejarah penuh dengan informasi-informasi yang mengandung kejadian,
konsep, teori, praktik, modal dan cita-cita.
Dengan kata lain, tinjauan landasan sejarah atau historis pendidikan
nasional Indonesia merupakan pandangan retrospektif. Pandangan ini melahirkan
studi-studi historis tentang proses perjalanan pendidikan nasional Indonesia
yang terjadi pada periode tertentu di masa lampau.
Secara umum, pendidikan merupakan segala pengalaman belajar yang
berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Secara khusus,
pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan
pemerintah, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan, yang
berlangsung di dalam dan luar sekolah sepanjang hayat, untuk mempersiapkan
peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara
tepat di masa yang akan datang (Mudyaharjo, 2008: 3, 11).
Tujuan pendidikan di Indonesia adalah untuk membentuk manusia Indonesia
seutuhnya yang Pancasilais yang dimotori oleh pengembangan afeksi, seperti
sikap suka belajar, tahu cara belajar, rasa percaya diri, mencintai prestasi
tinggi, punya etos kerja, kreatif dan produktif, serta puas akan sukses yang
akan dicapai (Pidarta, 2007: viii)
Pendidikan Nasional Indonesia Merdeka secara formal dimulai sejak
Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya kepada dunia pada tanggal 17 Agustus
1945. Pendidikan Nasional Indonesia Merdeka ini merupakan kelanjutan dari
cita-cita dan praktek-praktek pendidikan masa lampau yang tersurat atau
tersirat masih menjadi dasar penyelenggaraan pendidikan ini (Mudyaharjo, 2008:
214)
Dalam proses pertumbuhan menjadi negara maju, Indonesia telah mengalami
pelbagai perubahan, termasuk bidang pendidikannya. Perubahan-perubahan itu
merupakan hal yang wajar karena perubahan selalu dipengaruhi oleh berbagai
factor yang bisa berganti selaras dengan perkembangan serta tuntutan zaman pada
saat itu. Tidaklah mengherankan apabila system pendidikan yang kita anut segera
setelah merdeka adlah sistem kontinental karena kontak kita pada saat itu adlah
dengan negara-negara Eropa, khususnya negeri Belanda (Dardjowidjojo, 1991: ix)
Pengambilalihan sistem kontinental itu tentu kita lakukan dengan penuh
kesadaran bahwa sistem tersebut belum tentu cocok dan langgeng dengan
perkembangan pendidikan yang kita kehendaki.
Setelah kita
merdeka dan menerapkan sistem pendidikan kontinental sekitar lima windu, kita
dapati bahwa pendidikan dengan sistem Eropa tidak cocok lagi dengan tuntutan
perkembangan zaman (Dardjowodjojo, 1992: 1).
Proses pendewasaan pun berlanjut, dan pengalaman telah banyak mengajarkan
kepada kita untuk memetik mana yang baik dan mana yang buruk. Keadaan politik
nasional dan internasional, perekonomian dunia, hubungan antar bangsa, dan
peran yang dimainkan bangsa Indonesia pun bergeser dan berubah, yang sedikit
banyak mendorong kita untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian tertentu.
Berdasarkan
uraian di atas, permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini meliputi:
A. Apa yang
menjadi landasan historis Pendidikan Nasional Indonesia?
B. Apa implikasi
konsep pendidikan yang bersumber dari landasan historis ini?
II. LANDASAN HISTORIS KEPENDIDIKAN DI
INDONESIA
Sejarah atau history keadaan masa lampau dengan segala macam kejadian
atau kegiatan yang didasari oleh konsep-konsep tertentu.Sejarah penuh dengan
informasi-informasi yang mengandung kejadian, model, konsep, teori, praktik,
moral, cita-cita, bentuk dan sebagainya (Pidarta, 2007: 109).
Informasi-informasi di atas merupakan warisan generasi terdahulu kepada
generasi muda yang tidak ternilai harganya.Generasi muda dapat belajar dari
informasi-informasi ini terutama tentang kejadian-kejadian masa lampau dan
memanfaatkannya untuk mengembangkan kemampuan diri mereka. Sejarah telah
memberi penerangan, contoh, dan teladan bagi mereka dan semuanya ini diharapkan
akan dapat meningkatkan peradaban manusia itu sendiri di masa kini dan masa
yang akan datang.
Misalnya, Indonesia dan negara-negara lainnya pada tahap awal
perkembangan ekonomi mereka telah mengembangkan sistem pendidikan yang baik dan
berdasarkan kebudayaan tradisional.Pada masa kolonial, sistem pendidikan
berkembang dengan berdasar pada sistem pendidikan sebelumnya ini.Pada masa
modern seperti sekarang, sistem pendidikan yang berlaku juga berdasarkan
pengembangan dari sistem pendidikan kolonial (Williams, 1977: 17).
Dengan kata lain, tinjauan landasan sejarah atau historis Pendidikan
Nasional Indonesia merupakan pandangan ke masa lalu atau pandangan retrospektif
(Buchori, 1995: vii). Pandangan ini melahirkan studi-studi historis tentang
proses perjalanan pendidikan nasional Indonesia yang terjadi pada periode
tertentu di masa yang lampau.
Perjalanan sejarah pendidikan di tanah air yang sangat panjang, bahkan
semenjak jauh sebelum kita menacapai kemerdekaan pada tahun 1945, baik sebagai
aktivitas intelektualisasi dan budaya maupun sebagai alat perjuangan politik
untuk membebaskan bangsa dari belenggu kolonialisme, telah diwarnai oleh
bermacam-macam corak (Sigit, 1992: xi) . Menjelang 64 tahun Indonesia merdeka,
dengan system politik sebagai penjabaran demokrasi Pancasila di Era Reformasi
ini yang telah mewujudkan pola Pendidikan Nasional seperti sekarang, kita mulai
dapat melihat dengan ke arah mana partisipasi masyarakat dalam ikut serta
menyelenggarakan pendidikan itu. Semua corak tersebut memiliki pandangan atau
dasar pemikiran yang hampir sama tentang pendidikan; pendidikan diarahkan pada optimasi
upaya pendidikan sebagai bagian integral dari proses pembangunan bangsa.
Di samping itu, pendidikan memiliki peranan strategis menyiapkam generasi
berkualitas untuk kepentingan masa depan. Pendidikan dijadikan sebagai
institusi utama dalam upaya pembentuk sumber daya manusia (SDM) berkualitas
yang diharapkan suatu bangsa. Apalagi kini semakin dirasakan bahwa SDM
Indonesia masih lemah dalam hal daya saing (kemampuan kompetisi) dan daya
sanding (kemampuan kerja sama) dengan bangsa lain di dunia (Anzizhan, 2004: 1).
Dengan demikian, setiap bidang kegiatan yang ingin dicapai manusia untuk
maju, pada umumnya dikaitkan dengan bagaimana keadaan bidang tersebut pada masa
yang lampau (Pidarta, 2007: 110).Demikian juga halnya dengan bidang
pendidikan.Sejarah pendidikan merupakan bahan pembanding untuk memajukan
pendidikan suatu bangsa.
Berikut ini
adalah pembahasan landasan sejarah kependidikan di Indonesia yang meliputi:
A. SEJARAH
PENDIDIKAN DUNIA
Perjalanan sejarah pendidikan dunia telah lama berlangsung, mulai dari
zaman Hellenisme (150 SM-500), zaman pertengahan (500-1500), zaman Humanisme
atau Renaissance serta zaman Reformasi dan Kontra Reformasi (1600-an).Namun
pendidikan pada zaman ini belum memberikan kontribusinya pada pendidikan zaman
sekarang (Pidarta, 2007: 110).Oleh karena itu, pendidikan pada zaman ini tidak
dijabarkan dalam makalah ini.
Kita membahas sejarah pendidikan dunia yang meliputi zaman-zaman: (1)
Realisme, (2) Rasionalisme, (3) Naturalisme, (4) Developmentalisme, (5)
Nasionalisme, (6) Liberalisme, Positivisme, dan Individualisme, serta (7)
Sosialisme.
1. Zaman
Realisme
Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan alam yang didukung oleh
penemuan-penemuan ilmiah baru, pendidikan diarahkan pada kehidupan dunia dan
bersumber dari keadaan dunia pula, berbeda dengan pendidikan-pendidikan
sebelumya yang banyak berkiblat pada dunia ide, dunia surga dan
akhirat.Realisme menghendaki pikiran yang praktis (PIdarta, 2007:
111-14).Menurut aliran ini, pengetahuan yang benar diperoleh tidak hanya
melalui penginderaan semata tetapi juga melalui persepsi penginderaan
(Mudyahardjo, 2008: 117).
Tokoh-tokoh pendidikan zaman Realisme ini adalah Francis Bacon dan Johann
Amos Comenius. Sedangkan prinsip-prinsip pendidikan yang dikembangkan pada
zaman ini meliputi:
Ø Pendidikan
lebih dihargai daripada pengajaran,
Ø Pendidikan
harus menekankan aktivitas sendiri,
Ø Penanaman
pengertian lebih penting daripada hafalan,
Ø Pelajaran
disesuaikan dengan perkembangan anak,
Ø Pelajaran
harus diberikan satu per satu, dari yang paling mudah,
Ø Pengetahuan
diperoleh dari metode berpikir induktif (mulai dari menemukan fakta-fakta
khusus kemudian dianalisa sehingga menimbulkan simpulan) dan anak-anak harus
belajar dari realita alam,
Ø Pendidikan
bersifat demokratis dan semua anak harus mendapatkan kesempatan yang sama untuk
belajar (ibid.: 111-14).
2. Zaman Rasionalisme
Aliran ini memberikan kekuasaan pada manusia untuk berfikir sendiri dan
bertindak untuk dirinya, karena itu latihan sangat diperlukan pengetahuannya
sendiri dan bertindak untuk dirinya.Paham ini muncul karena masyarakat dengan
kekuatan akalnya dapat menumbangkan kekuasaan Raja Perancis yang memiliki
kekuasaan absolut.
Tokoh pendidikan pada zaman ini pada abad ke-18 adalah John
Locke.Teorinya yang terkenal adalah leon Tabularasa, yaitu mendidik seperti
menulis di atas kertas putih dan dengan kebebasan dan kekuatan akal yang
dimilikinya manusia digunakan unutk membentuk pengetahuannya sendiri. Teori
yang membebaskan jiwa manusia ini bisa mengarah kepada hal-hal yang negatif,
seperti intelektualisme, individualisme, dan materialisme (ibid.: 114-15).
3. Zaman Naturalisme
Sebagai reaksi terhadap aliran Rasionalisme, pada abad ke-18 muncullah
aliran Naturalisme dengan tokohnya, J. J. Rousseau. Aliran ini menentang
kehidupan yang tidak wajar sebagai akibat dari Rasionalisme, seperti korupsi,
gaya hidup yang dibuat-buat dan sebagainya. Naturalisme menginginkan
keseimbangan antara kekuatan rasio dengan hati dan alamlah yang menjadi gurr,
sehingga pendidikan dilaksanakan secara alamiah (pendidikan alam) (ibid.:
115-16). Naturalisme menyatakn bahwa manusia diorong oleh
kebutuhan-kebutuhannya, dapat menemukan jalan kebenaran di dalam dirinya
sendiri (Mudyaharjo, 2008: 118).
4. Zaman Developmentalisme
Zaman Developmentalisme berkembang pada abad ke-19. Aliran ini memandang
pendidikan sebagai suatu proses perkembangan jiwa sehingga aliran ini sering
disebut gerakan psikologis dalam pendidikan. Tokoh-tokoh aliran ini adalah:
Pestalozzi, Johan Fredrich Herbart, Friedrich Wilhelm Frobel, dan Stanley Hall.
Konsep pendidikan yang dikembangkan oleh aliran ini meliputi:
Ø
Mengaktualisasi semua potensi anakyang masih laten, membentuk watak susila dan
kepribadian yang harmonis, serta meningkatkan derajat social manusia.
Ø Pengembangan
ini dilakukan sejalan dengan tingkat-tingkat perkembangan anak (Pidarta, 2007:
116-20) yang melalui observasi dan eksperimen (Mudyahardjo, 2008: 114)
Ø Pendidikan
adalah pengembangan pembawaan (nature) yang disertai asuhan yang baik
(nurture).
Ø Pengembangan
pendidikan mengutamakan perbaikan pendidikan dasar dan pengembangan pendidikan
universal (Mudyaharjo, 2008: 114).
5. Zaman Nasionalisme
Zaman nasionalisme muncul pada abad ke-19 sebagai upaya membentuk
patriot-patriot bangsa dan mempertahankan bangsa dari kaum imperialis.Tokoh-tokohnya
adalah La Chatolais (Perancis), Fichte (Jerman), dan Jefferson (Amerika
Serikat).
Konsep pendidikan yang ingin diusung oleh aliran ini adalah:
Ø Menjaga,
memperkuat, dan mempertinggi kedudukan negara,
Ø Mengutamakan
pendidikan sekuler, jasmani, dan kejuruan,
Ø Materi
pelajarannya meliputi: bahasa dan kesusastraan nasional, pendidikan
kewarganegaraan, lagu-lagu kebangsaan, sejarah dan geografi Negara, dan
pendidikan jasmani.
Akibat negatif dari pendidikan ini adalah munculnya chaufinisme, yaitu
kegilaan atau kecintaan terhadap tanah air yang berlebih-lebihan di beberapa
Negara, seperti di Jerman, yang akhirnya menimbulkan pecahnya Perang Dunia I
(Pidarta, 2007: 120-21).
6. Zaman Liberalisme, Positivisme, dan
Individualisme.
Zaman ini lahir pada abad ke-19.Liberalisme berpendapat bahwa pendidikan
adalah alat untuk memperkuat kedudukan penguasa/pemerintahan yang dipelopori
dalam bidang ekonomi oleh Adam Smith dan siapa yang banyak berpengetahuan
dialah yang berkuasa yang kemudian mengarah pada individualisme.Sedangkan
positivisme percaya kebenaran yang dapat diamati oleh panca indera sehingga
kepercayaan terhadap agama semakin melemah. Tokoh aliran positivisme adalah
August Comte (ibid.: 121).
7. Zaman Sosialisme
Aliran sosial dalam pendidikan muncul pada abad ke-20 sebagai reaksi
terhadap dampak liberalisme, positivisme, dan individualisme.Tokoh-tokohnya
adalah Paul Nartrop, George Kerchensteiner, dan John Dewey.
Menurut aliran ini, masyarakat memiliki arti yang lebih penting daripada
individu.Ibarat atom, individu tidak ada artinya bila tidak berwujud benda.
Oleh karena itu, pendidikan harus diabdikan untuk tujuan-tujuan sosial (ibid.:
121-24).
B. SEJARAH PENDIDIKAN INDONESIA
Pendidikan di Indonesia memiliki sejarah yang cukup panjang. Pendidikan
itu telah ada sejak zaman kuno/tradisional yang dimulai dengan zaman pengaruh
agama Hindu dan Budha, zaman pengaruh Islam, zaman penjajahan, dan zaman
merdeka (ibid.: 125). Mudyahardjo (2008) dan Nasution (2008) menguraikan
masing-masing zaman tersebut secara lebih terperinci.
Berikut ini
adalah uraian dan rincian perjalanan sejarah pendidikan Indonesia:
1. Zaman
Pengaruh Hindu dan Budha
Hinduisme and Budhisme datang ke Indonesia sekitar abad ke-5.Hinduisme
dan Budhisme merupakan dua agama yang berbeda, namun di Indonesia keduanya
memiliki kecenderungan sinkretisme, yaitu keyakinan mempersatukan figur Syiwa
dengan Budha sebagai satu sumber Yang Maha Tinggi. Motto pada lambang Negara
Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika , secara etimologis berasal dari keyakinan
tersebut (Mudyahardja, 2008: 215)
Tujuan pendidikan pada zaman ini sama dengan tujuan kedua agama tersebut.
Pendidikan dilaksanakan dalam rangka penyebaran dan pembinaan kehidupan bergama
Hindu dan Budha (ibid.: 217)
2. Zaman
Pengaruh Islam (Tradisional)
Islam mulai masuk ke Indonesia pada akhir abad ke-13 dan mencakup
sebagian besar Nusantara pada abad ke-16. Perkembangan pendidikan Islam di
Indonesia sejalan dengan perkembangan penyebaran Islam di Nusantara, baik
sebagai agama maupun sebagai arus kebudayaan (ibid.: 221). Pendidikan Islam
pada zaman ini disebut Pendidikan Islam Tradisional.
Tujuan pendidikan Islam adalah sama dengan tujuan hidup Islam, yaitu
mengabdi sepenuhnya kepada Allah SWT sesuai dengan ajaran yang disampaikan oleh
Nabi Muhammad s.a.w. untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. (ibid.:
223)
Pendidikan Islam Tradisional ini tidak diselenggarakan secara terpusat,
namun banyak diupayakan secara perorangan melalui para ulamanya di suatu
wilayah tertentu dan terkoordinasi oleh para wali di Jawa, terutama Wali
Sanga.Sedangkan di luar Jawa, Pendidikan Islam yang dilakukan oleh perseorangan
yang menonjol adalah di daerah Minangkabau (ibid.: 228-41).
3. Zaman
Pengaruh Nasrani (Katholik dan Kristen)
Bangsa Portugis pada abad ke-16 bercita-cita menguasai perdagangan dan
perniagaan Timur-Barat dengan cara menemukan jalan laut menuju dunia Timur
serta menguasai bandar-bandar dan daerah-daerah strategis yang menjadi mata
rantai perdagaan dan perniagaan (Mudyahardjo, 2008: 242).
Di samping mencari kejayaan (glorious) dan kekayaan (gold), bangsa
Portugis datang ke Timur (termasuk Indonesia) bermaksud pula menyebarkan agama
yang mereka anut, yakni Katholik (gospel). Pada akhirnya pedagang Portugis
menetap di bagian timur Indonesia tempat rempah-rempah itu dihasilkan.Namun
kekuasaan Portugis melemah akibat peperangan dengan raja-raja di Indonesia dan
akhirnya dilenyapkan oleh Belanda pada tahun 1605 (Nasution, 2008: 4).Dalam
setiap operasi perdagangan, mereka menyertakan para paderi misionaris Paderi
yang terkenal di Maluku, sebagai salah satu pijakan Portugis dalam menjalankan
misinya, adalah Franciscus Xaverius dari orde Jesuit.
Orde ini didirikan oleh Ignatius Loyola (1491-1556) dan memiliki tujuan
yaitu segala sesuatu untuk keagungan yang lebih besar dari Tuhan (Mudyahardjo,
2008: 243). Yang dicapai dengan tiga cara: memberi khotbah, memberi pelajaran,
dan pengakuan. Orde ini juga mempunyai organisasi pendidikan yang seragam: sama
di mana pun dan bebas untuk semua. Xaverius memandang pendidikan sebagai alat
yang ampuh untuk penyebaran agama (Nasution, 2008: 4).
Sedangkan pengaruh Kristen berasal dari orang-orang Belanda yang datang
pertama kali tahun1596 di bawah pimpinan Cornelis de Houtman dengan tujuan
untuk mencari rempah-rempah.Untuk menghindari persaingan di antara mereka,
pemerintah Belanda mendirikan suatu kongsi dagang yang disebut VOC (vreenigds
Oost Indische Compagnie) atau Persekutuan Dagang Hindia Belanda tahun 1602
(Mudyahardjo, 2008: 245).
Sikap VOC terhadap pendidikan adalah membiarkan terselenggaranya
Pendidikan Tradisional di Nusantara, mendukung diselenggarakannya
sekolah-sekolah yang bertujuan menyebarkan agama Kristen.Kegiatan pendidikan
yang dilakukan oleh VOC terutama dipusatkan di bagian timur Indonesia di mana
Katholik telah berakar dan di Batavia (Jakarta), pusat administrasi
colonial.Tujuannya untuk melenyapkan agama Katholik dengan menyebarkan agama
Kristen Protestan, Calvinisme (Nasution, 2008: 4-5).
4. Zaman
Kolonial Belanda
VOC pada perkembangannya diperkuat dan dipersenjatai dan dijadikan
benteng oleh Belanda yang akhirnya menjadi landasan untuk menguasai daerah di
sekitarnya. Lambat laun kantor dagang itu beralih dari pusat komersial menjadi
basis politik dan territorial. Setelah pecah perang kolonial di berbagai daerah
di tanakh air, akhirnya Indonesia jatuh seluruhnya di bawah pemerintahan
Belanda (ibid.: 3).
Pada tahun 1816 VOC ambruk dan pemerintahan dikendalikan oleh para
Komisaris Jendral dari Inggris.Mereka harus memulai system pendidikandari dasar
kembali, karena pendidikan pada zaman VOC berakhir dengan kegagalan total.
Ide-ide liberal aliran Ufklarung atau Enlightement, yang mana mengatakan bahwa
pendidikan adalah alat untuk mencapai kemajuan ekonomi dan social, banyak
mempengaruhi mereka (ibid.: 8).
Oleh karena itu, kurikulum sekolah mengalami perubahan radikal dengan
masuknya ide-ide liberal tersebut yang bertujuan mengembangkan kemampuan
intelektual, nilai-nilai rasional dan sosial.Pada awalnya kurikulum ini hanya
diterapkan untuk anak-anak Belanda selama setengah abad ke-19.
Setelah tahun1848 dikeluarkan peraturan pemerintah yang menunjukkan bahwa
pemerintah lambat laun menerima tanggung jawab yang lebih besar atas pendidikan
anak-anak Indonesia sebagai hasil perdebatan di parlemen Belanda dan mencerminkan
sikap liberal yang lebih menguntungkan rakyat Indonesia (ibid.: 10-13).
Pada tahun 1899 terbit sebuah atrikel oleh Van Deventer berjudul Hutang
Kehormatan dalam majalah De Gids.Ia menganjurkan agar pemerintahnnya lebih
memajukan kesejahteraan rakyat Indonesia. Ekspresi ini kemudian dikenal dengan
Politik Etis dan bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui irigasi,
transmigrasi, reformasi, pendewasaan, perwakilan yang mana semua ini memerlukan
peranan penting pendidikan (ibid.: 16). Di samping itu, Van Deventer juga
mengembangkan pengajaran bahasa Belanda. Menurutnya, mereka yang menguasai
Belanda secara kultural lebih maju dan dapat menjadi pelopor bagi yang lainnya
(ibid.: 17).
Sejak dijalankannya Politik Etis ini tampak kemajuan yang lebih pesat
dalam bidang pendidikan selama beberapa dekade.Pendidikan yang berorientasi
Barat ini meskipun masih bersifat terbatas untuk beberapa golongan saja, antara
lain anak-anak Indonesia yanorang tuanya adalah pegawai pemerintah Belanda,
telah menimbulkan elite intelektual baru.
Golongan baru inilah yang kemudian berjuang merintis kemerdekaan melalui
pendidikan.Perjuangan yang masih bersifat kedaerahan berubah menjadi perjuangan
bangsa sejak berdirinya Budi Utomo pada tahun 1908 dan semakin meningkat dengan
lahirnya Sumpah Pemuda tahun 1928.
Setelah itu tokoh-tokoh pendidik lainnya adalah Mohammad Syafei dengan
Indonesisch Nederlandse School-nya, Ki Hajar Dewantara dengan Taman Siswa-nya, dan
Kyai Haji Ahmad Dahlan dengan Pendidikan Muhammadiyah-nya yang semuanya
mendidik anak-anak agar bisa mandiri dengan jiwa merdeka (Pidarta, 2008:
125-33).
5. Zaman
Kolonial Jepang
Perjuangan bangsa Indonesia dalam masa penjajahan Jepang tetap berlanjut sampai
cita-cita untuk merdeka tercapai.Walaupun bangsa Jepang menguras habis-habisan
kekayaan alam Indonesia, bangsa Indonesia tidak pantang menyerah dan terus
mengobarkan semangat 45 di hati mereka.
Meskipun demikian, ada beberapa segi positif dari penjajahan Jepang di
Indonesia. Di bidang pendidikan, Jepang telah menghapus dualisme pendidikan
dari penjajah Belanda dan menggantikannya dengan pendidikan yang sama bagi
semua orang. Selain itu, pemakaian bahasa Indonesia secara luas diinstruksikan
oleh Jepang untuk di pakai di lembaga-lembaga pendidikan, di kantor-kantor, dan
dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini mempermudah bangsa Indonesia untuk
merealisasi Indonesia merdeka.Pada tanggal 17 Agustus 1945 cita-cita bangsa
Indonesia menjadi kenyataan ketika kemerdekaan Indonesia diproklamasikan kepada
dunia.
6. Zaman
Kemerdekaan (Awal)
Setelah Indonesia merdeka, perjuangan bangsa Indonesia tidak berhenti
sampai di sini karena gangguan-gangguan dari para penjajah yang ingin kembali
menguasai Indonesia dating silih berganti sehingga bidang pendidikan pada saai
itu bukanlah prioritas utama karena konsentrasi bangsa Indonesia adalah
bagaimana mempertahankan kemerdekaan yang sudah diraih dengan perjuangan yang
amat berat.
Tujuan pendidikan belum dirumuskan dalam suatu undang-undang yang
mengatur pendidikan.Sistem persekolahan di Indonesia yang telah dipersatukan
oleh penjajah Jepang terus disempurnakan.Namun dalam pelaksanaannya belum
tercapai sesuai dengan yang diharapka bahkan banyak pendidikan di daerah-daerah
tidak dapat dilaksanakan karena faktor keamanan para pelajarnya.Di samping itu,
banyak pelajar yang ikut serta berjuang mempertahankan kemerdekaan sehingga
tidak dapat bersekolah.
7. Zaman ‘Orde
Lama’
Setelah gangguan-gangguan itu mereda, pembangunan untuk mengisi
kemerdekaan mulai digerakkan.Pembangunan dilaksanakan serentak di berbagai
bidang, baik spiritual maupun material.
Setelah diadakan konsolidasi yang intensif, system pendidikan Indonesia
terdiri atas: Pendidikan Rendah, Pendidikan Menengah, dan Pendidikan Tinggi.
Dan pendidikan harus membimbing para siswanya agar menjadi warga negara yang
bertanggung jawab.Sesuai dengan dasar keadilan sosial, sekolah harus terbuka
untuk tiap-tiap penduduk negara.
Di samping itu, Pendidikan Nasional zaman ‘Orde Lama’ adalah pendidikan
yang dapat membangun bangsa agar mandiri sehingga dapat menyelesaikan
revolusinya baik di dalam maupun di luar; pendidikan yang secara spiritual
membina bangsa yang ber-Pancasila dan melaksanakan UUD 1945, Sosialisme
Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Kepribadian Indonesia, dan merealisasikan
ketiga kerangka tujuan Revolusi Indonesia sesuai dengan Manipol yaitu membentuk
Negara Kesatuan Republik Indonesia berwilayah dari Sabang sampai Merauke,
menyelenggarakan masyarakat Sosialis Indonesia yang adil dan makmur,
lahir-batin, melenyapkan kolonialisme, mengusahakan dunia baru, tanpa
penjajahan, penindasan dan penghisapan, ke arah perdamaian, persahabatan
nasional yang sejati dan abadi (Mudyahardjo, 2008: 403).
8. Zaman ‘Orde
Baru’
Orde Baru dimulai setelah penumpasan G-30S pada tahun 1965 dan ditandai
oleh upaya melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Haluan
penyelenggaraan pendidikan dikoreksi dari penyimpangan-penyimpangan yang
dilakukan oleh Orde Lama yaitu dengan menetapkan pendidikan agama menjadi mata
pelajaran dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi.
Menurut Orde Baru, pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan
kepribadian dan kemampuan di dalam sekolah dan di luar sekolah dan berlangsung
seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan rumahtangga, sekolah dan
masyarakat(Ibid.: 422, 433). Pendidikan pada masa memungkinkan adanya
penghayatan dan pengamalam Pancasila secara meluas di masyarakat, tidak hanya
di dalam sekolah sebagai mata pelajaran di setiap jenjang pendidikan (ibid.:
434).
Di samping itu, dikembangkan kebijakan link and match di bidang
pendidikan. Konsep keterkaitan dan kepadanan ini dijadikan strategi operasional
dalam meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan pasar (Pidarta, 2008:
137-38).Inovasi-inovasi pendidikan juga dilakukan untuk mencapai sasaran
pendidikan yang diinginkan.Sistem pendidikannya adalah sentralisasi dengan
berpusat pada pemerintah pusat.
Namun demikian, dalam dunia pendidikan pada masa ini masih memiliki
beberapa kesenjangan. Buchori dalam Pidarta (2008: 138-39) mengemukakan
beberapa kesenjangan, yaitu (1) kesenjangan okupasional (antara pendidikan dan
dunia kerja), (2) kesenjangan akademik (pengetahuan yang diperoleh di sekolah
kurang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari), (3) kesenjangan kultural
(pendidikan masih banyak menekankan pada pengetahuan klasik dan humaniora yang
tidak bersumber dari kemajuan ilmu dan teknologi), dan (4) kesenjangan temporal
(kesenjangan antara wawasan yang dimiliki dengan wawasan dunia terkini).
Namun demikian keberhasilan pembangunan yang menonjol pada zaman ini
adalah (1) kesadaran beragama dan kenagsaan meningkat dengan pesat, (2)
persatuan dan kesatuan bangsa tetap terkendali, pertumbuhan ekonomi Indonesia
juga meningkat (Pidarta, 2008: 141).
9. Zaman
‘Reformasi’
Selama Orde Baru berlangsung, rezim yang berkuasa sangat leluasa
melakukan hal-hal yang mereka inginkan tanpa ada yang berani melakukan
pertentangan dan perlawanan, rezim ini juga memiliki motor politik yang sangat
kuat yaitu partai Golkar yang merupakan partai terbesar saat itu. Hampir tidak
ada kebebasan bagi masyarakat untuk melakukan sesuatu, termasuk kebebasan untuk
berbicara dan menyaampaikan pendapatnya (ibid.: 143).
Begitu Orde Baru jatuh pada tahun 1998 masyarakat merasa bebas bagaikan
burung yang baru lepas dari sangkarnya yang telah membelenggunya selama
bertahun-tahun.Masa Reformasi ini pada awalnya lebih banyak bersifat mengejar
kebebasan tanpa program yang jelas.
Sementara itu, ekonomi Indonesia semakin terpuruk, pengangguran bertambah
banyak, demikian juga halnya dengan penduduk miskin.Korupsi semakin hebat dan
semakin sulit diberantas. Namun demikian, dalam bidang pendidikan ada
perubahan-perubahan dengan munculnya Undang-Undang Pendidikan yang baru dan
mengubah system pendidikan sentralisasi menjadi desentralisasi, di samping itu
kesejahteraan tenaga kependidikan perlahan-lahan meningkat. Hal ini memicu
peningkatan kualitas profesional mereka.Instrumen-instrumen untuk mewujudkan
desentralisasi pendidikan juga diupayakan, misalnya MBS (Manajemen Berbasis
Sekolah), Life Skills (Lima Ketrampilan Hidup), dan TQM (Total Quality
Management).
III. IMPLIKASI SEJARAH TERHADAP KONSEP
PENDIDIKAN NASIONAL INDONESIA.
Masa lampau memperjelas pemahaman kita tentang masa kini. Sistem
pendidikan yang kita miliki sekarang adalah hasil perkembangan pendidikan yang
tumbuh dalam sejarah pengalaman bangsa kita pada masa yang telah lalu
(Nasution, 2008: v).
Pembahasan tentang landasan sejarah di atas memberi implikasi
konsep-konsep pendidikan sebagai berikut:
A. Tujuan Pendidikan
Pendidikan diharapkan bertujuan dan mampu mengembangkan berbagai macam
potensi peserta didik serta mengembangkan kepribadian mereka secara lebih
harmonis.Tujuan pendidikan juga diarahkan untuk mengembangkan aspek keagamaan,
kemanusiaan, kemanusiaan, serta kemandirian peserta didik.Di samping itu,
tujuan pendidikan harus diarahkan kepada hal-hal yang praktis dan memiliki
nilai guna yang tinggi yang dapat diaplikasikan dalam dunia kerja nyata.
B. Proses Pendidikan
Proses pendidikan terutama proses belajar-mengajar dan materi pelajaran
harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik, melaksanakan
metode global untuk pelajaran bahasa, mengembangkan kemandirian dan kerjasama
siswa dalam pembelajaran, mengembangkan pembelajaran lintas disiplin ilmu,
demokratisasi dalam pendidikan, serta mengembangkan ilmu dan teknologi.
C. Kebudayaan Nasional
Pendidikan harus juga memajukan kebudayaan nasional.Emil Salim dalam
Pidarta (2008: 149) mengatakan bahwa kebudayaan nasional merupakan
puncak-puncak budaya daerah dan menjadi identitas bangsa Indonesia agar tidak
ditelan oleh budaya global.
D. Inovasi-inovasi Pendidikan
Inovasi-inovasi harus bersumber dari hasil-hasil penelitian pendidikan di
Indonesia, bukan sekedar konsep-konsep dari dunia Barat sehingga diharapkan
pada akhirnya membentuk konsep-konsep pendidikan yang bercirikan Indonesia.
IV. PENUTUP
Dari rangkaian masa dalam sejarah yang menjadi landasan historis
kependidikan di Indonesia, kita dapat menyimpulkan bahwa masa-masa tersebut
memiliki wawasan yang tidak jauh berbeda satu dengan yang lain. Mereka
sama-sama menginginkan pendidikan bertujuan mengembangkan individu peserta
didik, dalam arti memberi kesempatan kepada mereka untuk mengembangkan potensi
mereka secara alami dan seperti ada adanya, tidak perlu diarahkan untuk
kepentingan kelompok tertentu.Sementara itu, pendidikan pada dasarnya hanya
memberi bantuan dan layanan dengan menyiapkan segala sesuatunya.Sejarah juga
menunjukkan betapa sulitnya perjuangan mengisi kemerdekaan dibandingkan dengan
perjuangan mengusir penjajah.
Dengan demikian mereka berharap hasil pendidikan dapat berupa ilmuwan,
innovator, orang yang peduli dengan lingkungan serta mampu memperbaikinya, dan
meningkatkan peradaban manusia.
Hal ini dikarenakan pendidikan selalu dinamis mencari yang baru,
memperbaiki dan memajukan diri, agar tidak ketinggalan jaman, dan selalu berusaha
menyongsong zaman yang akan datang atau untuk dapat hidup dan bekerja senafas
dengan semangat perubahan zaman.
Akhir kata, pendidikan mewariskan peradaban masa lampau sehingga
peradaban masa lampau yang memiliki nilai-nilai luhur dapat dipertahankan dan
diajarkan lalu digunakan generasi penerus dalam kehidupan mereka di masa
sekarang. Dengan mewariskan dan menggunakan karya dan pengalaman masa lampau,
pendidikan menjadi pengawal , perantara, dan pemelihara peradaban. Dengan
demikian, pendidikan memungkinkan peradaban masa lampau diakui eksistensinya
dan bukan merupakan “harta karun” yang tersia-siakan.
http://dyahrochmawati08.wordpress.com/2008/11/30/landasan-pendidikan-di-indonesia/
diakses 9 oktober 2013
www.slideshare.net/fitrianiNursyaripah/landasan-historis-pendidikan
diakses 9 oktober 2013
LANDASAN HISTORIS
PENDIDIKAN

NAMA :
SRI HARTATI
NIM :
06022681318056
PRODI :
PENDIDIKAN MATEMATIKA
DOSEN PENGAMPUH : Prof.
Dr. M. Djahir Basir
Dr. Rusdy A. Siroj, M.Pd
TAHUN 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar